Selasa, 27 Januari 2015

IMAN KEPADA MALAIKAT



 MUHASABAH
Apa kalian meyakini adanya malaikat ? Apa pula yang mendorong kalian untuk beramal saleh dan menghindari perbuatan buruk ? Bukankah karena adanya iman yang menghujam dalam hati akan adanya malaikat sehingga kita terdorong beramal baik dan berusaha menjauhi keburukan ? Karena Allah akan membalas apa yang kita lalukan.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah saw bersabda : “ Sesungguhnya Allah yang Maha Suci dan Maha Luhur mempunyai malaikat yang berkeliling dan utama sifatnya. Mereka itu mencari majelis – majelis dzikir. Apabila mereka menemukan suatu majelis yang di dalamnya berisi dzikir lalu merekapun duduklah beserta hadirin yang ada disitu. Mereka berbaris antara yang sebagian dengan yang lainnya dengan merapikan letak sayapnya hingga memenuhi tempat-tempat yang ada di antara mereka dengan langit”.
Rasulullah s.a.w melanjutkan sabdanya:” Allah ‘azza wa jalla lalu bertanya dan Dia adalah lebih mengetahui tentang keadaan hamba-hamba-Nya: Dari mana kamu semua datang?
Para malaikat menjawab: kami semua datang dari tempat hamba-hamba-Mu di bumi. Mereka itu sama memahasucikan, memahabesarkan, mengesakan, memuji serta memohon kepadaMu”.
Allah : Apakah yang mereka minta kepadaKu?
Malaikat : mereka memohonkan surgaMu”
Allah : apakah mereka sudah pernah melihat surgaKu?
Malaikat : belum ya Tuhan”
   

Berdasarkan informasi dari Rasulullah saw tersebut jelas bahwa malaikat itu ada. Malaikat memiliki tugas yang bermacam-macam. Ada malikat yang senantiasa mendatangi tempat-tempat dzikir. Di sana mereka hadir, mencata amal hadirin, menyimak do’a yang dipanjatkan dan mereka-pun memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang-orang yang hadir di majlis tersebut.


Subhanallah; Maha Suci Allah yang telah menghamparkan bumi ini dan melengkapi dengan segala fasilitasnya. Malaikat yang ditugasi Allah sebagai tentara-Nya. Malaikat pula yang setiap saat turun ke bumi menyambangi manusia dan mencacat amal perbuatan manusia.

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah telah bersabda:
"Para malaikat malam bergantian dengan malaikat siang dalam mengawasi kalian. Mereka bertemu saat shalat ashar dan shubuh."
Kemudian Rasulullah menjelaskan, malaikat yang semalaman mengawasi manusia, naik ke langit dan melaporkan hasilnya tugasnya.
"Bagaimana keadaan hamba-hamba-Ku ketika kalian tinggalkan?" Allah bertanya pada mahluk cahaya itu.
"Kami meninggalkan mereka dalam keadaan sedang shalat, kami pun datang pada mereka juga dalam keadaam shalat. Maka ampunilah mereka pada hari kiamat." kata malaikat.
Bayangkan ketika malaikat datang, kita sedang melakukan shalat shubuh. Ketika mereka pergi kitapun sedang melakukan shalat Ashar. Laporan yang akan diberikan pada Allah tentu akan baik dan mulus. Tak hanya itu, para malaikat memberikan "rekomendasi" ampunan pada Allah untuk kita yang sedang shalat saat mereka tinggalkan.
Mari kita renungkan juga kondisi sebaliknya. Pada saat mereka datang di waktu Shubuh hari, kita masih terlelap tidur, meringkuk di dalam hangat selimut. Atau saat mereka pergi di waktu Ashar, kita sedang sibuk dengan segala pekerjaan. Tentu laporan pun akan berwarna merah. Jika kita terlambat, angka yag tercatat akan berwarna merah. Meski kita masuk kerja, tetap saja nilai kita berkurang di depan atasan tempat kita bekerja.
Begitu juga yang terjadi pada Allah, sebagai "atasan" dalam hidup kita. Jika kita ingin memperbaiki catatan dan prestasi di depan Allah sebetulnya mudah saja. Kenapa kita tidak melakukan shalat tepat waktu ketika malaikat-malaikat melaporkan hasil tugasnya. Oleh karena itu mari kita shalat tepat waktu.


USWATUN HASANAH



Maksiat…?! Boleh-boleh aja..Asalll….!!!Penuhi dulu syaratnya…!

Suatu ketika seorang lelaki mendatangi Ibrahim bin Ad-ham, ia mengatakan: “Wahai Abu Ishaq (panggilan kesayangan Ibrahim)! Sungguh, aku ini orang yang terlalu menuruti hawa nafsuku, maka kumohon berikan aku nasihat yang dapat mencegah dan menyelamatkan hatiku!
Maka Ibrahim mengatakan: “Jika kamu setuju dan mampu menerapkan lima perkara ini, maka kemaksiatan tidak lagi membahayakanmu, dan kenikmatan tidak lagi menjerumuskanmu”.
Lelaki itu mengatakan: “Wahai Abu Ishaq, Sebutkanlah lima perkara itu!”
Ibrahim mengatakan: “Yang pertama: Jika kamu ingin melakukan maksiat kepada Allah SWT, maka janganlah makan dari rizki-Nya!”
Maka lelaki itu mengatakan: “Lantas dari mana aku akan makan, sedang semua yang ada di bumi ini termasuk rizki-Nya?!”
Ibrahim menimpali: “Jika demikian, Apakah pantas kamu makan dari rizki-Nya, lalu kamu melakukan maksiat pada-Nya?!”
Lelaki itu mengatakan: “Tentunya tidak… Sebutkanlah yang kedua!”
Ibrahim mengatakan: “Jika kamu ingin bermaksiat pada-Nya, maka jangan menempati negeri milik-Nya!”
Maka lelaki itu mengatakan: “Ini malah lebih berat dari yang pertama… Jika semua negeri dari timur sampai barat itu milik-Nya, lantas dimana aku akan bertempat?!”
Ibrahim menimpali: “Jika demikian, Apakah pantas kamu makan dari rizki-Nya dan menempati negeri milik-Nya, lalu kamu melakukan maksiat pada-Nya?!”
Lelaki itu mengatakan: “Tentunya tidak… Sebutkanlah yang ketiga!”
Ibrahim mengatakan: “Jika kamu ingin bermaksiat pada-Nya, sedang kamu mendapat rizki dari-Nya dan menempati negeri milik-Nya, maka carilah tempat yang tidak bisa terlihat oleh-Nya, lalu lakukanlah maksiat di tempat itu!”
Maka lelaki itu mengatakan: “Wahai Ibrohim, bagaimana ini mungkin, sedang Dia bisa melihat apapun yang tersembunyi?!”
Ibrohim menimpali: “Jika demikian, apakah pantas kamu makan dari rizki-Nya, dan menempati negeri milik-Nya, kemudian kamu melakukan maksiat kepada-Nya padahal Dia melihatmu dan semua gerak-gerikmu?!”.
Lelaki itu menjawab: “Tentunya tidak… Sebutkanlah yang keempat!”
Ibrohim mengatakan: “Jika nanti datang Malaikat Kematian untuk mencabut nyawamu, maka katakan padanya: ‘Tanggguhkanlah kematianku, sehingga aku bisa menjalani taubat nasuha dan melakukan amalan-amalan yang baik’!”
Maka lelaki itu mengatakan: “Ia takkan menuruti permintaanku”
Ibrahim menimpali: “Jika kamu tidak mampu menolak kematian untuk bertaubat, dan kamu tahu bahwa jika datang kematian maka tidak mungkin lagi ditangguhkan, lantas bagaimana kamu akan menyelamatkan diri?!”
Lelaki itu mengatakan: “Sebutkanlah yang kelima!”
Ibrahim mengatakan: “Jika Malaikat Zabaniyah nanti datang untuk menggiringmu ke Neraka, maka jangan mau pergi bersamanya!”
Lelaki itu mengatakan: “Mereka tidak akan membiarkan dan mendengarkan ucapanku”
Ibrahim menimpali: “Lantas bagaimana kamu mengharapkan keselamatan?!”
Maka lelaki itu mengatakan: “Wahai Ibrahim, cukup… cukup… Aku sekarang mohon ampun dan bertaubat kepada-Nya”
Akhirnya lelaki itu selalu menemani Ibrahim dalam ibadah, hingga kematian memisahkan keduanya…
(Diterjemahkan oleh: Abu Abdillah Addariny, dari Kitab at-Tawwaabiin, karya al-Muwaffaq Ibnu Qudamah al-Maqdisi, hal: 285-286)

sumber : Buku PAI SMA X

KATEGORI ZINA



Perbuatan zina dikategorikan menjadi 2 macam :
1)      Muhsan, yaitu pezina sudah baligh, berakal, merdeka, sudah pernah menikah. Hukuman terhadap zina muhsan adalah didera seratus kali dan rajam (dilempari dengan batu sederhana sampai meninggal).
2)      Ghairu Muhsan, yaitu pezina masih lajang, belum pernah menikah. Hukumannya adalah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.

 


Dalam pandangan Islam, zina merupakan perbuatan kriminal (jarimah) yang dikatagorikan hukuman hudud, yakni sebuah jenis hukuman atas perbuatan maksiat yang menjadi hak Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang berhak memaafkan kemaksiatan zina tersebut, baik oleh penguasa atau pihak berkaitan dengannya. Berdasarkan QS. an-Nur (24): 2, pelaku perzinaan, baik laki-laki maupun perempuan harus dihukum dera (dicambuk) sebanyak 100 kali. Namun, jika pelaku perzinaan itu sudah muhsan (pernah menikah), sebagaimana ketentuan hadits Nabi saw maka diterapkan hukuman rajam.
Dalam konteks ini yang memiliki hak untuk menerapkan hukuman tersebut hanya khalifah (kepala negara) atau orang-orang yang ditugasi olehnya. Ketentuan ini berlaku bagi negeri  yang menerapkan syariat Islam sebagai hukum positif dalam suatu negara. Sebelum memutuskan hukuman bagi pelaku zina maka ada empat hal yang dapat dijadikan sebagai bukti, yakni: (1) saksi, (2) sumpah, (3) pengakuan, dan (4) dokumen atau bukti tulisan. Dalam kasus perzinaan, pembuktian perzinaan ada dua, yakni saksi yang berjumlah empat orang dan pengakuan pelaku.
Sedangkan pengakuan pelaku, didasarkan beberapa hadits Nabi saw. Ma’iz bin al-Aslami, sahabat Rasulullah Saw dan seorang wanita dari al-Ghamidiyyah dijatuhi hukuman rajam ketika keduanya mengaku telah berzina. Di samping kedua bukti tersebut, berdasarkan Qs. an-Nuur: 6-10, ada hukum khusus bagi suami yang menuduh isterinya berzina. Menurut ketetapan ayat tersebut seorang suami yang menuduh isterinya berzina sementara ia tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, ia dapat menggunakan sumpah sebagai buktinya. Jika ia berani bersumpah sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa dia termasuk orang-orang yang benar, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa lanat Allah SWT atas dirinya jika ia termasuk yang berdusta, maka ucapan sumpah itu dapat mengharuskan isterinya dijatuhi hukuman rajam. Namun demikian, jika isterinya juga berani bersumpah sebanyak empat kali yang isinya bahwa suaminya termasuk orang-orang yang berdusta, dan pada sumpah kelima ia menyatakan bahwa bahwa lanat Allah SWT atas dirinya jika suaminya termasuk orang-orang yang benar, dapat menghindarkan dirinya dari hukuman rajam. Jika ini terjadi, keduanya dipisahkan dari status suami isteri, dan tidak boleh menikah selamanya. Inilah yang dikenal dengan li’an.
Tuduhan perzinaan harus dapat dibuktikan dengan bukti-bukti yang kuat, akurat, dan sah. Tidak boleh menuduh seseorang melakukan zina tanpa dapat mendatangkan empat orang saksi.
Adapun dosa perbuatan zina itu mempunyai tingkatan tersendiri. Apabila dilakukan dengan perempuan lain (Bukan muhrim artinya wanita yang boleh dikawin) yang tidak bersuami maka dosanya besar. Apabila dilakukan dengan perempuan yang sudah bersuami, dosanya lebih besar. Lebih besar lagi apabila zina dilakukan dengan tetangga. Dan lebih besar dari semuanya itu zina yang dilakukan dengan yang masih muhrim (Wanita muhrim artinya wanita yang tidak boleh dikawini.).
Apabila perbuatan zina dilakukan oleh seorang yang sudah melangsungkan pernikahan, maka dosanya lebih besar dibanding dengan orang yang belum melangsungkan pernikahan. Dosa itu lebih besar lagi jika zina dilakukan oleh seorang yang telah lanjut usia, dibanding dengan yang dilakukan oleh kaum muda. Hal ini dipertimbangkan lantaran orang lanjut usia dianggap berpikir lebih masak. Dan zina yang dilakukan oleh orang yang mengerti hukum-hukum agama lebih berat ketimbang orang yang tidak mengerti pengetahuan agama.
Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual atau hubungan biologis di luar perkawinan, apapun alasannya. Karena perbuatan ini sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan mengingkari tujuan pembentukan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Islam menghendaki agar hubungan seksual tidak saja sekedar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam menghendaki adanya pertemuan dua jiwa dan dua hati di dalam naungan rumah tangga tenang, bahagia, saling setia, dan penuh kasih sayang. Dua insan yang menikah itu akan melangkah menuju masa depan yang cerah dan memiliki keturunan yang jelas asal usulnya. Sungguh idah, bukan?
Tujuan pernikahan itu akan menjadi rusak porak-poranda jika dikotori dengan zina. Sehingga tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema sosial yang sangat membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan, menimbulkan rasa dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan rumah tangga. Sungguh Allah SWT dan Rasulullah melindungi kita semua dengan ajaran yang sangat mulia.
Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan bebas, patut menjadi perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang mempertaruhkan masa depannya dengan terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui batas. Bergaul memang perlu tapi seyogyanya dilakukan dalam batas wajar, tidak berlebihan. Remaja adalah tumpuan masa depan bangsa, jika moral dan jasmaniah para remaja mengalami kerusakan maka begitu pula masa depan bangsa dan negara akan mengalami kehancuran. Jadi, jika kalian masih memikirkan masa depan diri dan juga keturunan sebaiknya selalu konsisten untuk mengatakan tidak pada pergaulan bebas karena dampak pergaulan bebas bersifat sangat merusak bagi dari segi moral maupun jasmaniah.














PEMBELAJARAN X MIPA 3 & X IPS 2

BERLOMBA DALAM KEBAIKAN Untuk Kamis, 26 Maret 2020 & Jum'at, 27 Maret 2020 Belajar dari rumah, minggu kedua efek "Epidemi ...