Kritik sering kita definisikan menilai atau menghakimi.
Menurut wikipedia, kritik adalah masalah penganalisaan dan
pengevaluasian sesuatu dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman,
memperluas apresiasi, atau membantu memperbaiki pekerjaan. Dengan
kesimpulan, kritik adalah hasil dari pengamatan yang diberikan untuk
meningkatkan dan memperbaiki perkerjaan.
Sedangkan kritis ialah berpikir secara analisis
reduksi. Berpikir secara kritis berawal dari sebuah pertanyaan.
Misalkan, ada seorang guru sedang menerangkan materi yang diajarkan
kepada muridnya. Karena seorang murid itu tidak paham dengan apa yang
diterangkan oleh si guru tadi, maka si murid tersebut bertanya dengan
rasa ingin tahunya. Nah, yang seperti itu bisa juga kita sebut dengan
berpikir kritis . karena pada hakikatnya berpikir itu adalah bertanya.
Orang yang sering bertanya maka dia sering berpikir. Dan pada intinya
manusia itu diciptakan untuk berpikir. Kenapa orang ingin belajar?
Karena dia ingin berpikir.
Menurut nietszche salah seorang filsuf asal jerman,
manusia dengan binatang itu pada mulanya sama. Yang membedakan manusia
dengan binatang ialah otak, dan otak itu dimanfaatkan sebaik-baiknya
dengan potensi yang masing-masing manusia miliki. Kalau manusia itu
tidak mengembangkan potensinya, maka dia sama halnya dengan binatang.
Dalam Al-qur’an kita sering membaca atau mendengar kata-kata, afalaa
ta’qiluun, afalaa tatazakkaruun, afalaa tasykuruun, dan sebagainya
hingga yang paling tertinggi ialah ulu al-bab. Semua itu kalau kita
artikan ada indikasi atau perintah Allah SWT, supaya kita berpikir.
Berpikir yang tidak hanya satu objek, tapi berbagai objek lainnya.
Bagaimana konsep berpikir secara intelektualitas itu?,
Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa
dalam firman Allah SWT tercatat kata-kata ulul al-bab. Ulul Albab adalah
istilah khusus yang dipakai al-Qur’an untuk menyebut sekelompok manusia
pilihan semacam intelektual. Istilah Ulul Albab 16 kali disebut dalam
al-Qur’an. Namun, sejauh itu al-Qur’an sendiri tidak menjelaskan secara
definitive konsepnya tentang ulul albab. Ia hanya menyebutkan
tanda-tandanya saja. Karena itulah, para mufassir kemudian memberikan
pengertian yang berbeda-beda tentang ulul albab.
Imam Nawawi, misalnya, menyebut bahwa ulul albab adalah
mereka yang berpengetahuan suci, tidak hanyut dalam derasnya arus. Dan
yang terpenting, mereka mengerti, menguasai dan mengamalkan ajaran
Islam. Sementara itu, Ibn Mundzir menafsirkan bahwa ulul albab sebagai
orang yang bertaqwa kepada Allah, berpengetahuan tinggi dan mampu
menyesuaikan diri di segala lapisan masyarakat, elit ataupun marginal.
Ciri-Ciri Ulul Al-bab.
Ciri-ciri ulul albab yang disebut dalam al-Qur’an adalah,
pertama,
bersungguh-sungguh menggali ilmu pengetahuan. Menyelidiki dan mengamati
semua rahasia wahyu (al-Qur’an maupun gejala-gejal alam), menangkap
hukum-hukum yang tersirat di dalamnya, kemudian menerapkannya dalam
masyarakat demi kebaikan bersama. "Sesungghnya, dalam penciptaan langit
dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
kekuasaan Allah bagi ulul albab" (QS, Ali Imran, 190).
Menurut Ibn Katsir, selain mampu memahami fenomena alam dengan segenap
hukumnya yang menunjukan tanda-tanda keagungan, kemurahan dan rahmat
Ilahy, ulul albab juga seorang yang senantiasa berdzikir dan berpikir,
yang melahirkan kekuatan intelektual, kekayaan spiritual dan keluhuran
moral dalam dirinya.
Ibn Salam fisikawan muslimyang mendapatkan hadiah Nobel tahun 1979
menyatakan bahwa dalam al-Qur’an terdapat dua perintah; tafakur dan
tasyakur. Tafakur adalah merenungkan serta memikirkan semua kejadian
yang timbul dalam alam semesta, kemudian menangkap hukum-hukumnya yang
dalam bahasa modern dikenal dengan istilah science. Sedang tasyakur
adalah memanfaatkan segala nikmat dan karunia Allah dengan akal pikiran,
sehingga nikmat tersebut semakin bertambah yang kemudian dikenal dengan
istilah teknologi. Ulul Albab menggabungkan
keduanya; memikirkan sekaligus mengembangkan dan memanfaatkan hasilnya,
sehingga nikmat Allah semakin bertambah (Jalaluddin Rahmad, 1988, 213).
"Sesungguhnya, jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat)
kepadamu. Jika kamu mengingkari (nikmat- Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku
sangat pedih"(QS, Ibrahim, 7).
Manusia akan mampu menemukan citra dirinya sebagai manusia, serta mampu
menaklukkan jagat raya bila mau berpikir dan berdzikir. Berpengetahuan
tinggi serta menguasai teknologi. "Jika kamu mampu menembus (melintasi)
penjuruu langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu tidak akan mampu
menembusnya, kecuali dengan kekuatan (teknologi)" (QS, Ar-Rahman, 33).
Kedua, selalu berpegang pada kebaikan dan keadilan. Ulul Albab mampu
memisahkan yang baik dari yang jahat, untuk kemudian memilih yang baik.
Selalu berpegang dan mempertahankan kebaikan tersebut walau sendirian
dan walau kejahatan didukung banyak orang. "Tidak sama yang buruk
(jahat) dengan baik (benar), meskipun kuantitas yang jahat mengagumkan
dirimu. Bertaqwalah hai ulul albab, agar kamu beruntung" (QS, Al-Maidah,
100)
Dalam masyarakat, Ulul Albab tampil bagai seorang "nabi". Ia tidak hanya
asyik dalam acara ritual atau tenggelam dalam perpustakan; sebaliknya
tampil dihadapan umat. Bertabligh untuk memperbaiki ketidakberesan yang
terjadi di tengah- tengah masyarakat, memberikan peringatan bila terjadi
ketimpangan dan memprotesnya bila terjadi ketidak-adilan dan
kesewenang-wenangan.
Ketiga, teliti dan kritis dalam menerima informasi, teori, proporsisi
ataupun dalil yang dikemukakan orang lain. Bagai sosok mujtahid, ulul
albab tidak mau taqlid pada orang lain, sehingga ia tidak mau menelan
mentah-mentah apa yang diberikan orang lain, atau gampang mempercayainya
sebelum terlebih dahulu mengecek kebenarannya. "Yang mengikuti
perkataan lalu mengikuti yang paling baik dan benar, mereka itulah yang
diberi petunjuk oleh Allah, dan mereka itulah ulul albab" (QS, Az-Zumar,
18).
Keempat,
sanggup mengambil pelajaran dari sejarah umat terdahulu. Sejarah adalah
penafsiran nyata dari suatu bentuk kehidupan. Dengan memahami sejarah
kemudian membandingkan dengan kejadian masa sekarang, ulul albab akan
mampu membuat prediksi masa depan, sehingga mereka mampu membuat
persiapan untuk menyambut kemungkinan- kemungkinan yang bakal terjadi.
Sampai pada ciri-ciri ini, ulul albab tidak ada bedanya dengan
intelektual yang lain. Tapi bila dilanjutkan, maka ada nilai tambah yang
dimilikinya yang tidak dimiliki oleh seorang intelektual biasa.
Yakni,
kelima, rajin bangun malam untuk sujud dan rukuk dihadapan Allah swt.
Ulul Albab senansiasa "membakar" singgasana Allah dengan munajadnya
ketika malam telah sunyi. Menggoncang Arasy-Nya dengan segala rintihan,
permohonan ampun, dan pengaduan segala derita serta kebobrokan moral
manusia di muka bumi. Ulul Albab sangat "dekat" dengan Tuhannya.
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung), ataukah orang
yang beribadah di waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (adzab) akherat dan mengharap rahmat Tuhannya. Katakanlah:
'Adakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?'.
Sesungguhnya, hanya ulul albab yang dapat menerima pelajaran"(QS,
Az-Zumar, 9).
Keenam, tidak takut kepada siapapun, kecuali Allah semata. Sadar bahwa
semua perbuatan manusia akan dimintai pertanggungan jawab, dengan bekal
ilmunya, ulul albab tidak mau berbuat semena-mena. Tidak mau menjual
ilmu demi kepentingan pribadi (menuruti ambisi politik atau materi).
Ilmu pengetahuan dan teknologi ibarat pedang bermata dua. Ia dapat
digunakan untuk tujuan-tujuan baik, tapi bisa juga digunakan dan
dimanfaatkan untuk perbuatan-perbuatan yang tidak benar. Tinggal siapa
yang memakainya. Ilmu pengetahuan sangat berbahaya bila di tangan orang
yang tidak bertanggung jawab. Sebab, ia tidak akan segan-segan
menggunakan hasil teknologinya untuk menghancurkan sesama, hanya demi
menuruti ambisi dan nafsu angkara murkanya.
Kesimpulan dan Saran
Setelah di atas menjelaskan tentang konsep ulul al-bab, maka pada
dasarnya kita sedang membicarakan tentang bagaimana konsep berpikir
kritis. Bertanya, Tidak taqlid, tidak mudah terhasut orang dan yang
terpenting tidak toh langsung menjustifikasi salah dan benar. Saran dari
saya, jadilah orang yang bodoh untuk bertanya, dan janganlah menjadi
orang yang pintar yang membodohi dirinya.
Wallahu a’lam bishawab!!
sumber : http://agun90.blogspot.com/2010/11/berpikir-kritis-menurut-al-quran.html
terimakasih banyak, sangat menarik dan bermanfaat sekali...
BalasHapusTrims
BalasHapus