Asmaul
Husna berasal dari kata al-asma yang berarti nama-nama dan al-husna yang berarti baik. Jadi al-Asmaul Husna secara bahasa diartikan
dengan nama-nama yang baik. Asmaul Husna adalah
nama Allah yang terbaik. Dapat dikatakan
pula sebagai asma Allah yang terindah. Ia merupakan puncak keindahan karena di
dalamnya terdapat makna terpuji dan termulia. Nama-nama terindah itu mengandung
pengertian kehidupan yang sempurna, yang tidak didahului dengan ketiadaan dan
tidak diakhiri dengan kesirnaan. Tidak berawal dan tidak berakhir.
Secara fitrah manusia telah dibekali
sifat-sifat baik dan terpuji. Sifat-sifat tersebut merupakan pancaran dari asmaul husna. Sayangnya sejalan dengan
perkembangan dan pengaruh lingkungan, sifat-sifat dasar tersebut perlahan-lahan
melemah dan menjadi terkalahkan.
Sejak lahir, manusia telah dilengkapi dengan
hati yang fitrah (bersih). Hal ini
merekam sifat-sifat Allah. Jika ia mampu memeliharanya samapai dewasa, maka
pancaran Asmaul Husna akan membuat
dirinya menjadi mulia. Tetapi jika sifat fitrah itu bercampur dengan sesuatu
yang buruk, maka sifat-sifat fitrah ini akan menjadi lemah bahkan terkalahkan
dan terbelenggu oleh emosi diri, prasangka negative, kepentingan pribadi dan
pengaruh-pengaruh luar yang tidak menguntungkan.
Sifat-sifat dasar ini tidak akan pernah hilang dari manusia
sampai dia meninggal, walaupun dia terkalahkan oleh sifat-sifat buruk. Hal
inilah yang menjadi dasar keimanan seseorang kepada Allah SWT. Jika dia mampu
menjaga dan mempercayai suara-suara hati yang baik, maka keimanannya kepada
Allah akan semakin baik.
Keyakinan adanya Allah tidak perlu
dipertanyakan. Namun keyakinan terhadap pemahaman Asmaul Husna perlu ditajamkan. Karena banyak orang yang percaya
kepada Allah tetapi tidak mengetahui seluk beluk Asmaul Husna. Banyak orang yang hapal Asmaul Husna, tetapi tidak tepat dalam mengaplikannya. Sehinga
seringkali kita secara tidak sadar menganalogkan antara sifat-sifat Allah
dengan sifat makhluk.
Manusia sebagai khalifah Allah, tentu telah dibekali dengan
sifat-sifat yang melekat pada-Nya. Meskipun sifat-sifat itu tidak akan pernah
sama. Misalnya Allah memiliki sifat Maha Adil, manusia sebagai khalifah Allah
dalam mengelola alam semesta ini pula harus memiliki sifat adil. Apa yang akan
dilakukan dengan memperhatikan asas keadilan terhadap manusia lain, makhluk
Allah yang lain yang Allah titipkan kepada kita untuk mengurusnya. Seperti ketika
kita mau merusak hutan, kita harus mempertimbangkan keadilan kepada manusia
lain yang akan kekurangan oksigen dan persediaan air, hewan yang akan
kehilangan tempat tinggal dan habitatnya, tumbuhan lain yang akan kehilangan
sumber makanan karena daun-daun yang berjatuhan di atas mereka tidak lagi
berjatuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar