Selasa, 17 Maret 2015

MENGELOLA WAKAF



            PP no. 28 Tahun 1977 dan Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 mengatur petunjuk yang lebih lengkap. Menurut pasal 9 ayat (1) PP No. 28 Tahun 1977, pihak yang hendak mewakafkan tanahnya harus datang di hadapan PPAIW guna melakukan ikrar wakaf.
            Nazhir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya. Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf oleh Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dilaksanakan sesuai dengan prinsip syariah.  Para ulama juga sepakat bahwa Nazhir dipercaya atas harta wakaf yang dipegangnya. Sebagai orang yang mendapat kepercayaan, dia tidak bertanggung jawab untuk mengganti harta wakaf yang hilang, jika hilangnya barang tersebut bukan karena faktor kesengajaan atau kelalaian.
Pertama, Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara produktif.  Kedua, Dalam hal pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dimaksud pada  ayat (1) diperlukan penjamin, maka digunakan lembaga penjamin syariah. Ketiga, Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir dilarang  melakukan perubahan peruntukan  harta benda wakaf kecuali atas dasar izin tertulis  dari Badan Wakaf Indonesia.  Keempat, Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila harta benda wakaf ternyata tidak dapat dipergunakan sesuai dengan peruntukan yang dinyatakan dalam ikrar wakaf. 
Sesuai dengan Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, seorang Nazhir dapat regenerasi atau diganti dengan ketentuan-ketentuannya antara lain:
1.    Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, Nazhir diberhentikan dan diganti dengan Nazhir lain apabila Nazhir yang bersangkutan:
a)   meninggal dunia bagi Nazhir perseorangan;  bubar atau dibubarkan sesuai  dengan  ketentuan peraturan perundang.undangan  yang berlaku untuk Nazhir organisasi atau Nazhir badan hukum; 
b)   atas permintaan sendiri; 
c)   tidak melaksanakan tugasnya sebagai  Nazhir dan/atau melanggar ketentuan  larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan  ketentuan peraturan perundang.undanganyang berlaku; 
d) dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum  tetap. 
2.       Pemberhentian dan penggantian Nazhir  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan  Wakaf Indonesia. 
3.       Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf  yang dilakukan oleh Nazhir lain  karena pemberhentian dan penggantian Nazhir, dilakukan dengan tetap  memperhatikan peruntukan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.
           Menurut Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, maka dalam rangka untuk mencapai tujuan dan fungsi wakaf harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi:
a.  Sarana dan kegiatan ibadah; 
b.  Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan; 
c.  Bantuan kepada fakir miskin anak terlantar, yatim piatu,    bea siswa; 
d. Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau   kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan. 
          Dalam pengelolaan harta wakaf , pihak yang paling berperan berhasil tidaknya adalah lembaga pengelola wakaf (Nadzhir). Faktor lemahnya profesionalisme Nazhir menjadi kendala dalam pengelolaan wakaf setelah diukur oleh standar minimal yang harus dimiliki oleh seorang Nazhir, yaitu: beragama Islam, mukallaf, baligh, kompeten dalam mengelola wakaf dan amanah serata jujur dan adil.
Jujur merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh seluruh manusia terutama bagi pengelola wakaf sebab orang yang memiliki sifat jujur biasanyat mendapat kepercayaan dari orang lain. atau masyarakat karena orang yang jujur senantiasa berusaha untuk menjaga amanah. Amanah adalah ibarat barang titipan yang harus dijaga dan dirawat dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Berhasil atau tidaknya suatu amanah sangat tergantung pada kejujuran orang yang memegang amanah tersebut. Jika orang yang memegang amanah adalah orang yang jujur maka amanah tersebut tidak akan terabaikan dan dapat terjaga atau terlaksana dengan baik. Begitu juga sebaliknya, jika amanah tersebut jatuh ke tangan orang yang tidak jujur maka ‘keselamatan’ amanah tersebut pasti ‘tidak akan tertolong’.
Kejujuran adalah perhiasan orang berbudi mulia dan orang yang berilmu. Oleh sebab itu, sifat jujur sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap umat Rasulullah saw., sesuai dengan firman Allah swt. :
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEMBELAJARAN X MIPA 3 & X IPS 2

BERLOMBA DALAM KEBAIKAN Untuk Kamis, 26 Maret 2020 & Jum'at, 27 Maret 2020 Belajar dari rumah, minggu kedua efek "Epidemi ...