Tokoh yang sangat penting dari aliran
Al-Maturidiyah ini adalah Abu al-Yusr Muhammad al-Badzawi yang lahir
pada tahun 421 Hijriyah dan meninggal pada tahun 493
Hijriyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidi yang dikuasainya adalah karena
neneknya adalah murid dari Al-Maturidi.
Al-Badzawi sendiri
mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah
Najm al-Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku
al-‘Aqa’idal Nasafiah.[26]
Seperti Al-Baqillani dan Al-Juwaini,
Al-Badzawi tidak pula selamanya sepaham dengan Al-Maturidi. Antara
kedua pemuka aliran Maturidiyah ini, terdapat perbedaan paham sehingga
boleh dikatakan bahwa dalam aliran Maturidiyah terdapat dua golongan,
yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al-Maturidi dan
golongan Bukhara yang mengikuti paham-paham Al-Badzawi.
Doktrin-doktrin teologi Al-Maturidi
a. Akal dan wahyu
Dalam
pemikiran teologinya, Al-Maturidi mendasarkan pada Al-Qur'an dan akal
dalam bab ini ia sama dengan Al-asy’ari. Menurut Al-Maturidi,
mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan
akal. Kemampuan akal dalam mengetahui dua hal tersebut sesuai dengan
ayat-ayat Al-Qur'an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal
dalam usaha memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah
melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk
ciptaannya. Kalau akal tidak mempunyai kemampuan memperoleh pengetahuan
tersebut, tentunya Allah tidak akan menyuruh manusia untuk melakukannya.
Dan orang yang tidak mau menggunakan akal untuk memperoleh iman dan
pengetahuan mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang
diperintah ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al-Maturidi, tidak
mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik
dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruk sesuatu
itu terletak pada suatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan
syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya
sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperoleh untuk dijadikan sebagai
pembimbing
Al-Maturidi membagi kaitan sesuatu dengan akal pada tiga macam, yaitu:
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebutuhan sesuatu itu
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.[27]
Jadi,
yang baik itu baik karena diperintah Allah, dan yang buruk itu buruk
karena larangan Allah. Pada korteks ini, Al-Maturidi berada pada posisi
tengah dari Mutazilah dan Al-Asy’ari.
b. Perbuatan manusia
Menurut
Al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala
sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dalam hal ini, Al-Maturidi
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan
sebagai pencipta perbuatan manusia.
Dengan demikian tidak ada
peretentangan antara Qudrat Tuhan yang menciptakan perbuatan manusia dan
ikhtiar yang ada pada manusia. Kemudian karena daya di ciptakan dalam
diri manusia dan perbuatan yang di lakukan adalah perbuatan manusia
sendiri dalam arti yang sebenarnya, maka tentu daya itu juga daya
manusia.[28]
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Telah
diuraikan di atas bahwa perbuatan manusia dan segala sesuatu dalam
wujud ini, yang baik atau yang buruk adalah ciptaan Allah Swt. Menurut
Al-Maturidi qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang (absolut), tetapi
perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan
keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.
d. Sifat Tuhan
Dalam
hal ini faham Al-Maturidi cenderung mendekati faham mutzilah. Perbedaan
keduanya terletak pada pengakuan Al-Maturidi tentang adanya sifat-sifat
Tuhan, sedangkan mutazilah menolak adanya sifat-sifat Tuhan. Tuhan
mempunyai sifat-sifat, seperti sama, bashar, kalam, dan sebagainya.
Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai
esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu
mulzamah (ada bersama/inheren) dzat tanpa terpisah (innaha lam takun ain
adz-dzat wa la hiya ghairuhu). Sifat tidak berwujud tersendiri dari
dzat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada bilangannya
yang qadim (taadud al-qadama).
Tampaknya faham tentang makna
sifat Tuhan ini cenderung mendekati faham Mu’tazilah, perbedaannya
terletak pada pengakuan terhadap adanya sifat Tuhan.
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi
mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitahukan
oleh Al-Qur'an, antara lain firman Allah dalam surat Al-Qiyamah ayat
22dan 23. namun melihat Tuhan, kelak di akherat tidak dalam bentuknya
(bila kaifa), karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di
dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan
antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kalam nafsi
(sabda yang sebenarnya atau kalam abstrak). Kalam nafsi adalah sifat
qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara
adalah baharu (hadist). Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakikatnya
bagaimana allah bersifat dengannya (bila kaifa) tidak di ketahui,
kecuali dengan suatu perantara.[29]
g. Perbuatan manusia
Menurut
Al-Maturidi, tidak ada sesuatu yang terdapat dalam wujud ini, kecuali
semuanya atas kehendak Tuhan, dan tidak ada yang memaksa atau membatasi
kehendak Tuhan kecuali karena ada hikmah dan keadilan yang ditentukan
oleh kehendak-Nya sendiri. Oleh karena itu, tuhan tidak wjib beerbuat
ash-shalah wa-al ashlah (yang baik dan terbaik bagi manusia). setiap
perbuatan tuhan yang bersifat mencipta atau kewajiban-kewajiban yang di
bebankan kepada manusia tidak lepas dari hikmah dan keadilan yang di
kehendaki-Nya. Kewajiban-kewajiban tersebut adalah :
(1) Tuhan tidak akan membebankan kewajiban-kewajiban kepada manusia di luar
kemampuannya karena hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan, dan
manusioa juga di beri kemerdekaan oleh tuhan dalam kemampuan dan
perbuatannya
(2) Hukuman atau ancaman dan janji terjadi karena merupakan tuntunan keadilan yang sudah di tetapkan-Nya.
h. Pelaku dosa besar
Al-Maturidi
berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal
di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena tuhan
sudah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya.kekal di dalam neraka adalah balasan untuk orang yang
berbuat dosa syirik.dengan demikian, berbuat dosa besar selain syirik
tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu,
perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang
kafir atau murtad
i. Pengutusan Rasul
Pandangan
Al-Maturidi tidak jauh beda dengan pandangan mutazilah yang berpendapat
bahwa pengutusan Rasul ke tengah-tengah umatnya adalah kewajiban Tuhan
agar manusia dapat berbuat baik dan terbaik dalam kehidupannya.
Pengutusan
rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajarannya
wahyu yang di sampaikan rasul berarti manusia telah membebankan sesuatu
yang berada di luar kemampuannya kepada akalnya.[30]
Golongan-Golongan Dalam Al-Maturidia. Maturidiyah Samarkand (al-Maturidi)
Yang
menjadi golongan ini dalah pengikut Al-maturidi sendiri, golongan ini
cenderung ke arah paham mu’tazilah, sebagaimana pendapatnya soal
sifat-sifat tuhan, maturidi dan asy’ary terdapat kesamaan pandangan,
menurut maturidi, tuhan mempunyai sifat-sifat,tuhan mengetahui bukan
dengan zatnya, melainkan dengan pengetahuannya.
Aliran maturidi
juga sepaham dengan mu’tazilah dalam soal al-waid wa al-waid. Bahwa
janji dan ancaman tuhan, kelak pasti terjadi.
b. Maturidiyah bukhara (Al-Bazdawi)
Golongan
Bukhara ini dipimpin oleh Abu Al-yusr Muhammad Al-Bazdawi. Dia
merupakan pengikut maturidi yang penting dan penerus yang baik dalam
pemikirannya.Nenek Al-Bazdawi menjadi salah satu murid maturidi. Dari
orang tuanya, Al-Bazdawi dapat menerima ajaran maturidi. Dengan
demikian yang di maksud golongan Bukhara adalah pengikut-pengikut
Al-Bazdawi di dalam aliran Al-maturidiyah, yang mempunyai pendapat lebih
dekat kepada pendapat-pendapat Al-asy’ary.
Aliran Maturidiyah
Bukhara lebih dekat kepada Asy'ariyah sedangkan aliran Maturidiyah
Samarkand dalam beberapa hal lebih dekat kepada
Mutazilah,terutama dalam masalah keterbukaan terhadap peranan akal.
[31]
Namun walaupun sebagai aliran maturidiyah. Al-Bazdawi tidak
selamanya sepaham dengan maturidi.Ajaran-ajaran teologinya banyak dianut
oleh sebagin umat Islam yang bermazab Hanafi. Dan pemikiran-pemikiran
maturidiya sampai sekarang masih hidup dan berkembang dikalangan umat
Islam.
Pengaruh Al-Maturidi di dunia IslamAliran al-Maturidiyah
ini telah meninggalkan pengaruh dalam dunia Islam. Hal ini bisa
dipahami karena manhajnya yang memiliki ciri mengambil sikap tengah
antara akal dan dalil naqli, pandangannya yang bersifat universal
dalam menghubungkan masalah yang sifatnya juziy ke sesuatu yang kulliy.
Aliran ini juga berusaha menghubungkan antara fikir dan amal,
mengutamakan pengenalan pada masalah-masalah yang diperselisihkan oleh
banyak ulama kalam namun masih berkisar pada satu pemahaman untuk
dikritisi letak-letak kelemahannya.
Keistimewaan yang juga
dimiliki al-Maturidiyah bahwa pengikutnya dalam perselisihan
atau perdebatan tidak sampai saling mengkafirkan
sebagaimana yang pernah terjadi dikalangan Khawarij, Rawafidh dan
Qadariyah.[32] Aliran mi selanjutnya banyak dianut oleh mazhab
Hanafiyah.
Read more:
http://syafieh.blogspot.com/2013/04/ahlus-sunnah-wal-jamaah-al-asyari-dan.html#ixzz3UnAF2T7I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar